SHALAT BERJAMAAH

 

Keutamaan Shalat Berjamaah


Materi: 

1. Pengantar Shalat Berjamaah

Shalat berjamaah merupakan ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Jamaah menurut bahasa Arab berarti kelompok atau golongan. Dalam konteks ibadah, jamaah bermakna mengikatnya shalat makmum dengan shalat imam.

Minimal pelaksanaan shalat berjamaah adalah terdiri dari satu imam dan satu makmum.

"Pokok dari berjamaah adalah seorang imam dan seorang makmum. Maka dengan itu sudah dinamakan berjamaah dan sudah mendapatkan pahala berjamaah."


2. Keutamaan dan Pahala Shalat Berjamaah

a. Pahala yang Besar

Shalat berjamaah memiliki keutamaan besar. Dalam hadits disebutkan:

"Sesungguhnya shalat berjamaah itu menyamai 25 kali lipat dibandingkan dengan shalat sendirian."

Para ulama dan auliya, apabila mereka tertinggal dari shalat berjamaah, mereka menggantinya dengan shalat sendirian sebanyak 25 kali. Ini menunjukkan betapa besar nilai dan pahala shalat berjamaah.

b. Menyelamatkan dari Api Neraka dan Kemunafikan

Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang shalat berjamaah selama 40 hari dan mendapatkan Takbiratul Ula (takbir pertama imam), maka Allah akan menuliskan baginya dua keselamatan: selamat dari api neraka dan selamat dari sifat munafik."

Ini menunjukkan bahwa konsistensi dalam shalat berjamaah dapat menjadi penyelamat dunia dan akhirat.


3. Pandangan Ulama Tentang Orang yang Meninggalkan Shalat Berjamaah

Disebutkan bahwa orang yang meremehkan atau tidak peduli terhadap shalat berjamaah adalah orang yang dalam hatinya terdapat sifat munafik.

"Tidak ada yang meremehkan shalat berjamaah kecuali orang yang dalam hatinya ada sifat kemunafikan."

Maka dari itu, hendaknya seorang Muslim mencintai dan merindukan shalat berjamaah serta merasa ringan untuk melaksanakannya.


4. Jenis-Jenis Hukum Shalat Berjamaah

a. Fardhu ‘Ain

Shalat Jumat secara berjamaah hukumnya fardhu ‘ain bagi laki-laki yang baligh, merdeka, dan bermukim.

b. Fardhu Kifayah

Shalat fardhu selain Jumat dalam pelaksanaannya secara berjamaah dihukumi fardhu kifayah. Jika sudah ada sekelompok orang yang melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban dari yang lain.

c. Sunnah Muakkadah

Mayoritas ulama menyatakan bahwa shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan dan hampir mendekati wajib.


5. Manfaat Sosial dan Ruhani Shalat Berjamaah

Shalat berjamaah tidak hanya bernilai ibadah tetapi juga memperkuat ukhuwah Islamiyah dan membentengi diri dari gangguan setan.

Rasulullah SAW bersabda:

"Tidaklah ada tiga orang di suatu kampung atau dusun yang tidak mendirikan shalat berjamaah, kecuali mereka akan dikuasai oleh setan. Maka wajib atas kalian untuk berjamaah, karena sesungguhnya serigala hanya memangsa kambing yang terpisah dari kelompoknya."


6. Waktu Shalat yang Menjadi Tolok Ukur Kemunafikan

Dalam hadis lain disebutkan bahwa dua waktu shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah:

  1. Shalat Subuh

  2. Shalat Isya

Rasulullah SAW menyebutkan bahwa orang munafik sulit untuk hadir dalam jamaah pada waktu-waktu ini.


7. Hukum Jamaah untuk Shalat Sunnah

Tidak semua shalat sunnah disyariatkan untuk berjamaah. Beberapa shalat sunnah yang disyariatkan berjamaah antara lain:

  • Shalat hari raya (Ied)

  • Shalat minta hujan (istisqa)

Sedangkan beberapa shalat sunnah yang tidak disyariatkan berjamaah:

  • Shalat rawatib (qabliyah dan ba’diyah)

  • Shalat hajat

  • Shalat tasbih

Namun demikian, jika dilakukan berjamaah tidak mengapa, meski kurang afdhal.



Pembahasan Shalat Berjamaah: Hikmah, Hukum, dan Etika


Pendahuluan

Dalam bab ini, kita akan membahas tentang keutamaan shalat berjamaah serta perintah-perintah dan ancaman yang datang dari Rasulullah ﷺ terhadap orang yang meninggalkannya.


1. Keutamaan Shalat Berjamaah

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ sangat menganjurkan umat Islam untuk menunaikan shalat secara berjamaah.


2. Hikmah di Balik Shalat Berjamaah

Para ulama menjelaskan bahwa terdapat banyak hikmah dan rahasia di balik perintah melaksanakan shalat berjamaah, di antaranya:

  • Kerukunan dan Persatuan Umat Shalat berjamaah menjadi media untuk memperlihatkan kerukunan dan kesatuan umat Islam. Kaum Muslimin terlihat bersatu dan saling mendukung dalam beribadah.

  • Media Belajar Orang yang belum memahami tata cara shalat dapat belajar dari orang yang lebih alim atau lebih sempurna shalatnya, baik dari segi gerakan maupun bacaannya.

  • Kebaikan Kolektif Orang yang shalatnya sempurna dapat menjadi sebab kesempurnaan ibadah bagi yang kurang. Misalnya, jika dalam satu jamaah terdapat seorang yang khusyuk, maka hal itu akan berdampak pada kekhusyukan seluruh jamaah.


3. Hukum Shalat Berjamaah

  • Fardhu ‘Ain Berlaku pada shalat Jumat. Setiap lelaki muslim wajib hadir dan melaksanakannya secara berjamaah.

  • Fardhu Kifayah Berlaku bagi laki-laki merdeka yang tidak memiliki uzur. Jika dalam satu kampung tidak ada yang melaksanakan shalat berjamaah di masjid atau langgar (mushalla), maka seluruh penduduk kampung tersebut berdosa, meskipun masing-masing keluarga melaksanakan jamaah sendiri di rumah.

  • Sunnah Berlaku bagi kaum perempuan. Jika perempuan mengadakan shalat berjamaah di rumah, maka hukumnya sunnah. Namun jika tidak melakukannya pun tidak berdosa karena tidak sampai derajat wajib atau kifayah.

  • Makruh Terkait perempuan yang pergi ke masjid atau langgar, para ulama fiqih menjelaskan bahwa hukum perempuan hadir ke masjid adalah makruh jika:

    • Masih muda dan menarik perhatian (fitnah).

    • Walaupun suaminya mengizinkan.

    • Walaupun berpakaian tertutup, tetapi masih menjadi sumber fitnah bagi laki-laki.

    • Bahkan perempuan tua pun makruh pergi ke masjid jika ia berhias dan berpenampilan mencolok.

    Jika fitnah benar-benar terjadi, maka hukumnya haram bagi perempuan keluar ke masjid untuk shalat berjamaah. Dalam kondisi seperti ini, shalat di rumah lebih utama dan lebih aman.


4. Shalat Berjamaah Bisa Makruh dalam Kasus Tertentu

Misalnya, jika imam shalat berasal dari mazhab yang berbeda dan terdapat perbedaan pendapat yang menyebabkan sah atau tidaknya shalat. Contoh:

  • Kita bermazhab Syafi’i, tetapi imam yang memimpin dari mazhab Hanafi, dan dalam mazhab itu shalat batal karena suatu hal, maka hal ini bisa menimbulkan keraguan dan makruh hukumnya mengikuti imam tersebut.



Hadis tentang Keutamaan Salat Berjamaah

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Salat berjamaah itu lebih utama dari salat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjadi dasar utama betapa pentingnya salat berjamaah dalam Islam. Para ulama menyimpulkan banyak keutamaan dan manfaat dari salat secara berjamaah, baik dari segi pahala maupun spiritualitas.


15 Keutamaan Salat Berjamaah

  1. Pahala Melangkah ke Masjid
    Setiap langkah menuju masjid akan meninggikan derajat dan menghapus dosa. Semakin jauh masjid yang dituju, semakin besar pahalanya.

  2. Masuk Masjid dengan Niat Berjamaah
    Niat untuk salat berjamaah saat masuk masjid sudah dihitung sebagai ibadah, berbeda dengan salat di rumah.

  3. Pahala I’tikaf
    Duduk menunggu salat berjamaah di masjid dihitung sebagai pahala i’tikaf, meskipun hanya beberapa menit.

  4. Pahala Tahiyatul Masjid
    Orang yang masuk masjid dan langsung melaksanakan salat sunnah (qabliyah), tetap mendapatkan pahala tahiyatul masjid meskipun tidak secara eksplisit diniatkan.

  5. Tolong-menolong dalam Ketaatan (Ta’awun ‘ala al-Birr wa al-Taqwa)
    Salat berjamaah mencerminkan kerjasama dalam kebaikan dan ketakwaan antara imam dan makmum.

  6. Menunggu Imam Dihitung Salat
    Duduk menunggu imam datang pun sudah dihitung sebagai ibadah salat oleh Allah ﷻ.

  7. Didoakan oleh Malaikat
    Malaikat memohonkan ampun bagi orang yang salat berjamaah hingga ia selesai dan tetap duduk di tempatnya.

  8. Disaksikan oleh Malaikat
    Orang yang rutin berjamaah akan disaksikan oleh malaikat di hari kiamat sebagai ahli masjid.

  9. Terhindar dari Godaan Setan
    Setan menjauh dari orang yang salat berjamaah, karena kekuatan kolektif ibadah berjamaah menangkal gangguan setan.

  10. Pahala Merapikan Shaf (Barisan)
    Merapatkan dan meratakan shaf memiliki pahala tersendiri. Rasulullah ﷺ sangat menekankan kesempurnaan shaf dalam salat berjamaah.

  11. Keutamaan Shaf Pertama
    Shaf pertama memiliki keutamaan dan doa khusus dari Nabi ﷺ. Rasulullah mendoakan rahmat untuk mereka yang berada di shaf pertama.

  12. Mengikuti Takbiratul Ihram Bersama Imam
    Mengucapkan takbiratul ihram bersama imam memiliki pahala besar. Hal ini menunjukkan kesiapan dan keutamaan hadir sejak awal.

  13. Meminimalisir Lupa dalam Salat
    Berjamaah membantu menghindari kekeliruan atau kelupaan dalam salat, seperti kekurangan rakaat atau bacaan yang salah.

  14. Mendapatkan Kekhusyukan
    Salat berjamaah lebih mudah mendatangkan kekhusyukan. Bahkan jika hanya satu orang yang khusyuk, keberkahannya dapat menyebar kepada jamaah lainnya.

  15. Meningkatkan Kualitas Penampilan Salat (Tahsin al-Haiah)
    Salat berjamaah melatih keteraturan, kekompakan, dan ketenangan dalam gerakan-gerakan salat.


Penutup

Keutamaan salat berjamaah tidak hanya terletak pada jumlah pahalanya yang berlipat, tetapi juga pada nilai-nilai sosial, spiritual, dan kebersamaan yang terbentuk. Oleh karena itu, hendaknya umat Islam menjadikan salat berjamaah sebagai kebiasaan dan kebutuhan, bukan sekadar kewajiban.

“Barangsiapa yang menjaga salat berjamaah, maka Allah akan menjaga dirinya.”




Ayat:

وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ...
(QS. An-Nisa: 102)

Terjemah:
"Dan apabila kamu (Nabi Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (para sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu..."

Penjelasan Singkat:
Ayat ini menjelaskan tentang shalat berjamaah dalam kondisi darurat (seperti saat perang). Walaupun dalam keadaan genting, Allah tetap memerintahkan agar shalat dilakukan berjamaah. Ini menunjukkan pentingnya shalat berjamaah dalam Islam, bahkan dalam keadaan sulit sekalipun. Maka dalam kondisi aman, tentu lebih ditekankan lagi.

Ayat ini juga menjadi dalil anjuran kuatnya shalat berjamaah, karena Rasul sendiri mencontohkannya di medan perang.

Hadits:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَلَاةُ الجَمَاعَةِ تَفْضُلُ عَلَى صَلَاةِ الفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً.
(HR. Bukhari dan Muslim)

Terjemah:
Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda: "Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat."

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menunjukkan keutamaan besar shalat berjamaah. Rasulullah SAW menegaskan bahwa shalat yang dilakukan bersama-sama di masjid (berjamaah) lebih tinggi nilainya di sisi Allah dibanding shalat sendirian, yaitu dengan selisih 27 derajat pahala. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menganjurkan umatnya untuk membangun kebersamaan dalam ibadah, khususnya dalam shalat.

Keutamaan ini mencakup:

  • Pahala lebih banyak

  • Mempererat ukhuwah

  • Tampak syiar Islam

  • Mendidik kedisiplinan dan kebersamaan


Hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أَعْمَى، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ، فَرَخَّصَ لَهُ، فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ، فَقَالَ: هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَأَجِبْ
(HR. Muslim)

Terjemah:
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Seorang lelaki buta datang kepada Nabi SAW dan berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki orang yang bisa membimbingku ke masjid." Maka Rasulullah memberikan keringanan (untuk shalat di rumah). Namun ketika lelaki itu berpaling, beliau memanggilnya dan bertanya: "Apakah engkau mendengar adzan (panggilan) shalat?" Ia menjawab: "Ya." Maka Nabi bersabda: "Kalau begitu, penuhilah panggilan itu (datanglah ke masjid)."

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menunjukkan pentingnya shalat berjamaah di masjid. Bahkan seorang yang buta, yang memiliki uzur, tetap dianjurkan datang ke masjid jika masih mendengar adzan. Maka bagi orang yang sehat dan mampu, tentu lebih wajib lagi untuk memenuhi panggilan adzan dan melaksanakan shalat berjamaah.

Pelajaran yang bisa diambil:

  • Anjuran kuat untuk menghadiri shalat berjamaah.

  • Adzan merupakan seruan yang wajib direspons oleh yang mendengarnya.

  • Islam memberikan kemudahan, tapi tetap memotivasi umatnya untuk menunaikan ibadah secara berjamaah.

Hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
لَوْلَا مَا فِي الْبُيُوتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالذَّرِّيَّةِ، لَأَقَمْتُ صَلَاةَ الْعِشَاءِ، وَأَمَرْتُ فِتْيَانًا يُحَرِّقُونَ مَا فِي الْبُيُوتِ بِالنَّارِ.
(HR. Ahmad)

Terjemah:
Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda: "Seandainya bukan karena ada perempuan dan anak-anak di rumah, niscaya aku akan mendirikan shalat Isya (berjamaah), lalu menyuruh para pemuda membakar rumah-rumah (orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah) dengan api."

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menunjukkan betapa besar perhatian Rasulullah SAW terhadap pentingnya shalat berjamaah di masjid, khususnya shalat Isya. Bahkan beliau mengancam akan membakar rumah orang yang meninggalkannya — jika tidak karena ada wanita dan anak-anak di dalam rumah yang tidak wajib hadir ke masjid.

Pelajaran penting:

  • Shalat berjamaah di masjid (bagi laki-laki) sangat ditekankan.

  • Ancaman ini menunjukkan beratnya dosa meninggalkan shalat berjamaah tanpa uzur.

  • Keutamaan shalat berjamaah lebih dari sekadar ibadah individu, karena ia mencerminkan syiar dan kekuatan umat.

Teks Hadits Lengkap:
صَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ، فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ صَلَاةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ
(HR. Bukhari dan Muslim)

Terjemah:
“Shalatlah kalian, wahai manusia, di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya sebaik-baik shalat seseorang adalah yang dikerjakan di rumahnya, kecuali shalat yang wajib (fardhu).”

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menekankan bahwa shalat sunnah sebaiknya dikerjakan di rumah, karena itu lebih mendatangkan keikhlasan, menjauh dari riya', dan menjadi sumber keberkahan dalam rumah tangga.

Namun, shalat wajib tetap lebih utama dikerjakan berjamaah di masjid, khususnya bagi laki-laki. Oleh karena itu, hadits ini tidak bertentangan dengan keutamaan shalat berjamaah, melainkan membedakan antara:

  • Shalat fardhu: dianjurkan berjamaah di masjid.

  • Shalat sunnah: lebih utama dilakukan di rumah.

Teks Hadits:
لا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ، وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
(HR. Abu Dawud)

Terjemah:
“Janganlah kalian melarang istri-istri kalian (kaum wanita) pergi ke masjid, namun rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.”

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menunjukkan bahwa:

  • Perempuan tidak boleh dilarang untuk pergi ke masjid jika mereka ingin, selama menjaga adab dan syariat.

  • Namun, shalat di rumah lebih utama bagi wanita, karena lebih menjaga aurat, kehormatan, dan menghindarkan fitnah.

Pelajaran penting:

  • Islam memberi keleluasaan kepada wanita untuk beribadah di masjid.

  • Tetapi Islam juga menjaga kemuliaan dan kenyamanan wanita dengan menjadikan rumah sebagai tempat ibadah terbaik bagi mereka.

Ini juga menjadi pelengkap pemahaman dalam pengajaran shalat berjamaah: anjuran kuat bagi laki-laki di masjid, dan pilihan terbaik bagi wanita di rumah, meski tidak dilarang ke masjid.


Teks Hadits:
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"صَلَاةُ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ وَحْدَهُ، وَصَلَاتُهُ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ مَعَ الرَّجُلِ، وَمَا كَانَ أَكْثَرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى."
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan an-Nasa’i)

Terjemah:
Dari Ubay bin Ka’ab RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Shalat seseorang bersama satu orang lain lebih utama daripada shalat sendirian. Shalat bersama dua orang lebih utama daripada shalat bersama satu orang. Dan semakin banyak (jumlah jamaah), maka itu lebih dicintai oleh Allah Ta’ala.”

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menekankan keutamaan shalat berjamaah dan menunjukkan bahwa:

  • Shalat berjamaah lebih utama dari shalat sendiri.

  • Semakin banyak jamaah, semakin besar pula keutamaannya dan lebih dicintai Allah.

  • Ini juga menunjukkan bahwa masjid sebagai tempat berkumpulnya banyak jamaah memiliki nilai ibadah yang tinggi.

Pelajaran Penting:

  • Islam mendorong umatnya membentuk komunitas ibadah.

  • Shalat berjamaah menguatkan ukhuwah dan memperbanyak pahala.

  • Allah mencintai kebersamaan dalam ibadah.

Teks Hadits:
إِذَا أَمَّ أَحَدُكُمُ النَّاسَ فَلْيُخَفِّفْ، فَإِنَّ فِيهِمُ الْكَبِيرَ وَالصَّغِيرَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ، وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطِلْ مَا شَاءَ
(رواه البخاري ومسلم)

Terjemah:
“Jika salah seorang dari kalian mengimami manusia, maka hendaklah ia meringankan (shalatnya), karena di antara mereka ada yang tua, anak kecil, orang lemah, dan orang yang memiliki keperluan. Namun jika ia shalat untuk dirinya sendiri, maka silakan ia memanjangkan (shalatnya) sekehendaknya.”

Penjelasan Singkat:
Hadits ini mengajarkan adab penting bagi imam, yaitu:

  • Menyesuaikan kecepatan dan panjang bacaan shalat saat berjamaah agar tidak memberatkan makmum.

  • Menghormati keberagaman kondisi makmum: orang tua, anak-anak, yang sakit, dan yang sedang terburu waktu.

  • Tapi, ketika shalat sendiri, boleh memanjangkan bacaan dan gerakan sesuai kemampuan dan keinginan pribadi.

Pelajaran Penting:

  • Imam harus bersikap rahmah (penyayang) dan memperhatikan keadaan makmum.

  • Islam mengajarkan keseimbangan antara kesungguhan ibadah dan kemudahan dalam pelaksanaannya.

  • Ini juga menunjukkan bahwa shalat berjamaah bukan hanya soal pahala, tetapi juga soal kepedulian sosial dan adab.

Teks Hadits:
مَا جَعَلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا
(HR. Bukhari dan Muslim)

Terjemah:
“Imam tidaklah diangkat untuk diikuti, maka jika ia takbir, maka takbirlah kalian, dan jika ia ruku, maka ruku'lah kalian.”

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menjelaskan bahwa:

  • Imam diikuti dalam shalat berjamaah, yaitu makmum mengikuti gerakan imam.

  • Ketika imam mengucapkan takbir (takbiratul ihram), makmum juga harus mengikuti dengan takbir.

  • Ketika imam ruku, makmum juga harus ruku setelah imam. Begitu pula dengan gerakan lainnya dalam shalat berjamaah.

Pelajaran Penting:

  • Tata tertib dalam shalat berjamaah: Imam memimpin, dan makmum mengikuti.

  • Shalat berjamaah mengajarkan pentingnya kebersamaan dan keteraturan dalam beribadah.

  • Peran imam adalah untuk memimpin dan memudahkan, sementara makmum mengikuti gerakan imam.

Teks Hadits:
نَمَا الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَلَا تُكَبِّرُوا حَتَّى يُكَبِّرَ وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَلَا تَرَكَعُوا حَتَّى يَرْكَعَ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَلَا تَسْجُدُوا حَتَّى يَسْجُدَ
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Terjemah:
"Imam diangkat untuk diikuti, maka jika ia takbir, maka takbirlah kalian, dan jangan kalian takbir sampai ia takbir. Jika ia ruku, maka ruku'lah kalian, dan jangan kalian ruku sampai ia ruku. Jika ia sujud, maka sujudlah kalian, dan jangan kalian sujud sampai ia sujud."

Penjelasan Singkat:
Hadits ini mengajarkan tentang tata cara mengikuti imam dalam shalat berjamaah:

  • Takbir: Makmum hanya boleh takbir setelah imam takbir.

  • Ruku: Makmum baru ruku setelah imam ruku.

  • Sujud: Makmum baru sujud setelah imam sujud.

Pelajaran Penting:

  • Hadits ini menunjukkan pentingnya keteraturan dalam shalat berjamaah. Makmum harus menunggu imam sebelum melakukan setiap gerakan, baik itu takbir, ruku, maupun sujud.

  • Hal ini juga menandakan kewajiban untuk menjaga konsentrasi dan mengikuti imam dengan penuh disiplin dalam ibadah bersama.

Teks Hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
إِنَّمَا يُخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ.
(HR. Al-Jama'ah: Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa'i)

Terjemah:
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya seseorang dari kalian takut apabila ia mengangkat kepalanya sebelum imam, maka Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai."

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menekankan pentingnya mengikuti imam dalam shalat berjamaah:

  • Makmum harus mengikuti imam dalam setiap gerakan, termasuk saat mengangkat kepala dari ruku atau sujud.

  • Mengangkat kepala lebih awal daripada imam merupakan perbuatan yang sangat dilarang dan dapat menimbulkan dosa besar.

  • Rasulullah SAW menggambarkan dampaknya dengan contoh yang sangat keras, yakni mengubah kepala menjadi kepala keledai, untuk menunjukkan betapa seriusnya peringatan ini.

Pelajaran Penting:

  • Disiplin dalam shalat berjamaah adalah bentuk penghormatan terhadap imam dan kesatuan ibadah.

  • Peringatan ini mengajarkan kita untuk mematuhi imam dan menunggu hingga ia melakukan gerakan tertentu, baru kemudian makmum mengikuti gerakan tersebut.

  • Hadits ini menunjukkan betapa besar keutamaan menjaga kesatuan dan keteraturan dalam ibadah berjamaah.

Teks Hadits:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي مَا مُكُمْ فَلَا تَسْبِقُونِي بِالرُّكُوعِ وَلَا بِالسُّجُودِ وَلَا بِالْقِيَامِ وَلَا بِالقُعُودِ وَلَا بِالإِنْصِرَافِ.
(HR. Ahmad dan Muslim)

Terjemah:
Dari Anas, Rasulullah SAW bersabda:
"Wahai sekalian manusia, apabila aku mengimami kalian, maka janganlah kalian mendahului aku dalam ruku, sujud, berdiri, duduk, dan juga ketika berpindah dari satu gerakan ke gerakan lainnya."

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menjelaskan tentang adab mengikuti imam dalam shalat berjamaah:

  • Makmum tidak boleh mendahului imam dalam gerakan-gerakan shalat, seperti ruku, sujud, berdiri, duduk, atau berpindah dari satu gerakan ke gerakan lainnya.

  • Makmum harus menunggu imam menyelesaikan satu gerakan terlebih dahulu baru kemudian mengikuti gerakan tersebut.

  • Ini bertujuan untuk menjaga keseragaman dalam pelaksanaan shalat berjamaah dan menghindari kekacauan dalam ibadah.

Pelajaran Penting:

  • Mengikuti imam dengan benar adalah bagian dari adab berjamaah dan tanda kerendahan hati di hadapan Allah.

  • Hadits ini mengingatkan kita bahwa keteraturan dan disiplin sangat penting dalam beribadah berjamaah.

  • Shalat berjamaah bukan hanya tentang pahala, tetapi juga tentang kesatuan dan keharmonisan antara imam dan makmum.

Teks Hadits:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُمْتُ عَنْ يَمِينِهِ ثُمَّ جَاءَ جَابِرُ بْنُ مَحْرِمٍ فَقَامَ عَنْ يَسَارِهِ فَأَخَذَ بِاَيْدِينَا جَمِيعًا حَتَّى أَقَامَنَا خَلْفَهُ.
(HR. Muslim)

Terjemah:
Dari Jabir, ia berkata: "Saya shalat di belakang Nabi SAW dan berdiri di sebelah kanan beliau. Kemudian datanglah Jabir bin Mahramah dan berdiri di sebelah kiri beliau. Maka beliau memegang tangan kami berdua dan menempatkan kami di belakang beliau."

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menceritakan tentang posisi makmum dalam shalat berjamaah, khususnya ketika ada lebih dari satu makmum:

  • Jabir menceritakan bahwa pada awalnya ia berdiri di sebelah kanan Nabi SAW, namun kemudian ada makmum lain yang datang, yaitu Jabir bin Mahramah, yang berdiri di sebelah kiri Nabi SAW.

  • Nabi SAW kemudian menyatukan keduanya dan menempatkan mereka berdiri di belakang beliau.

  • Hadits ini menunjukkan bahwa posisi makmum dalam shalat berjamaah bisa di sebelah kanan, kiri, atau di belakang imam, tergantung pada jumlah makmum dan susunan yang diperlukan.

Pelajaran Penting:

  • Hadits ini mengajarkan kita tentang keseragaman dan keteraturan dalam shalat berjamaah.

  • Meskipun ada fleksibilitas dalam posisi makmum, tetapi penting untuk menjaga agar semua makmum berada dalam posisi yang baik dan tidak ada yang mengganggu konsentrasi imam.

  • Hadits ini juga memperlihatkan bahwa Nabi SAW memperhatikan tata tertib berjamaah agar tidak ada kekacauan dalam pelaksanaan ibadah.


Teks Hadits:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْعَلُ الرِّجَالَ قُدَّامَ العِلْمَانِ وَالنِّسَاءَ خَلْفَ الغِلْمَانِ.
(HR. Muslim)

Terjemah:
"Sesungguhnya Nabi SAW menempatkan para laki-laki di depan (dalam shalat berjamaah) dan para wanita di belakang (di belakang barisan laki-laki)."

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menjelaskan mengenai susunan barisan dalam shalat berjamaah, terutama tentang posisi laki-laki dan perempuan:

  • Laki-laki seharusnya berada di barisan depan, sementara perempuan berada di barisan belakang.

  • Ini adalah susunan yang diatur dalam syariat untuk menjaga tata tertib dalam ibadah berjamaah.

  • Posisi ini mengacu pada kebiasaan yang dilakukan oleh Nabi SAW dan menunjukkan pentingnya pengaturan yang tertib dalam melaksanakan ibadah berjamaah.

Pelajaran Penting:

  • Tata tertib dalam shalat berjamaah adalah bagian dari keseragaman dan penghormatan terhadap aturan yang telah ditetapkan.

  • Meskipun posisi laki-laki dan perempuan berbeda dalam shalat berjamaah, keduanya tetap memiliki pahala yang sama apabila mereka melaksanakan shalat dengan ikhlas dan sesuai dengan tata cara yang benar.

  • Susunan barisan dalam shalat berjamaah menunjukkan pentingnya kedisiplinan dan keharmonisan dalam beribadah bersama.

Teks Hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا.
(HR. Muslim)

Terjemah:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
"Sebaik-baik barisan bagi laki-laki adalah barisan pertama, dan seburuk-buruknya adalah barisan terakhir. Sedangkan sebaik-baik barisan bagi perempuan adalah barisan terakhir, dan seburuk-buruknya adalah barisan pertama."

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menjelaskan tentang susunan barisan dalam shalat berjamaah untuk laki-laki dan perempuan:

  • Untuk laki-laki, barisan pertama adalah yang terbaik karena mereka lebih mudah untuk mengikuti imam dan tidak ada gangguan, sedangkan barisan terakhir adalah yang paling buruk karena bisa menurunkan konsentrasi dalam beribadah.

  • Untuk perempuan, barisan terakhir adalah yang terbaik karena mereka lebih terjaga privasinya dan lebih mudah menghindari gangguan, sedangkan barisan pertama kurang dianjurkan karena bisa menimbulkan gangguan dari segi pandangan dan perhatian.

Pelajaran Penting:

  • Hadits ini menunjukkan tentang pentingnya pengaturan barisan dalam shalat berjamaah untuk menjaga tata tertib dan keseragaman dalam ibadah.

  • Meskipun posisi barisan pertama lebih utama bagi laki-laki, barisan terakhir lebih utama bagi perempuan, yang menunjukkan adanya pertimbangan dalam menjaga kehormatan dan adab dalam beribadah berjamaah.

  • Kedua posisi ini menunjukkan bahwa kebaikan dalam shalat berjamaah sangat bergantung pada penempatan yang sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh syariat.

Teks Hadits:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ قَبْلَ أَنْ يُكَبِّرَ فَيَقُولُ: تَرَاتُوا وَاعْتَدِلُوا.
(HR. Muslim)

Terjemah:
Dari Anas, ia berkata: "Nabi SAW biasa menghadap kepada kami dengan wajahnya sebelum mengucapkan takbir dan berkata: 'Luruskanlah dan rapatkanlah barisan.'"

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menggambarkan perilaku Nabi SAW sebelum memulai shalat berjamaah:

  • Sebelum mengucapkan takbir, Nabi SAW memperhatikan barisan jamaah dan memastikan agar barisan tersebut lurus dan rapat.

  • Beliau mengingatkan jamaah untuk menjaga kekompakan dan keteraturan dalam shalat berjamaah.

  • Perkataan "تَرَاتُوا" berarti "rapatkan barisan," dan "وَاعْتَدِلُوا" berarti "luruskan barisan."

Pelajaran Penting:

  • Keseragaman dalam barisan shalat berjamaah adalah hal yang sangat penting dalam syariat Islam, dan Nabi SAW sangat menjaga hal ini untuk memastikan shalat berjalan dengan tertib.

  • Mengatur barisan yang lurus dan rapat juga menggambarkan kesatuan dan keharmonisan umat dalam beribadah.

  • Sebelum takbir, memastikan barisan lurus adalah bagian dari tata tertib dalam shalat berjamaah yang mengajarkan kita pentingnya disiplin dalam ibadah.

Teks Hadits:
عَنْ أَبِي أَمَامَةَ قَالَ: النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: سَدُّوا الْخَلَلَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ فِيمَا بَيْنَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الْحَذَفِ.
(HR. Ahmad)

Terjemah:
Dari Abu Amamah, ia berkata: "Rasulullah SAW bersabda: 'Rapikanlah barisan kalian, karena sesungguhnya setan masuk ke celah-celah di antara kalian seperti halnya anak panah.'"

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menekankan pentingnya merapatkan barisan dalam shalat berjamaah:

  • "Saddul khalla" berarti menutup celah atau kekosongan dalam barisan jamaah shalat. Dalam konteks ini, Nabi SAW mengajarkan untuk rapatkan barisan agar tidak ada celah kosong di antaranya.

  • Nabi SAW mengingatkan bahwa setan bisa masuk ke dalam celah-celah tersebut, yang menggambarkan bahwa keteraturan dan keseragaman dalam barisan sangat penting agar shalat berlangsung dengan khusyuk dan terhindar dari gangguan setan.

  • Perbandingan dengan anak panah menunjukkan bahwa setan dengan cepat bisa masuk dan mengganggu ibadah jika ada celah di antara jamaah.

Pelajaran Penting:

  • Merapatkan barisan bukan hanya untuk menjaga ketertiban dalam shalat berjamaah, tetapi juga sebagai langkah untuk menjaga agar ibadah kita tidak terganggu oleh gangguan dari setan.

  • Keberadaan celah dalam barisan bisa mempengaruhi kekhusyukan dan kesatuan dalam shalat berjamaah.

  • Hadits ini mengajarkan kita pentingnya kesatuan dan keteraturan dalam beribadah, baik dalam hal fisik (barisan) maupun batin (konsentrasi dalam ibadah).

Teks Hadits:
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ الصَّلَاةَ وَنَحْنُ سُجُودٌ فَاسْجُدُوا وَلَا تَعُدُّوهَا شَيْئًا وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ.
(HR. Abu Dawud)

Terjemah:
Jika salah seorang di antara kalian datang untuk shalat dan kami sedang dalam keadaan sujud, maka hendaklah ia langsung sujud dan janganlah menganggapnya sebagai bagian dari shalatnya. Dan barang siapa yang mendapatkan posisi rukuk, maka ia telah mendapatkan satu rakaat.

Penjelasan Singkat:
Hadits ini mengatur tentang tatacara mengikuti shalat berjamaah:

  • Jika datang ke masjid saat imam sedang dalam posisi sujud, maka kita tidak perlu menunggu imam selesai sujud. Langsung ikut sujud bersama imam.

  • Setelah mengikuti sujud, jangan anggap sujud tersebut sebagai bagian dari rakaat yang Anda kerjakan, karena itu adalah sujud yang dilakukan ketika Anda sedang terlambat mengikuti shalat.

  • Jika Anda mendapati imam dalam posisi rukuk, maka Anda telah mendapatkan satu rakaat dan dapat melanjutkan shalat dengan mengikuti gerakan imam. Itu berarti Anda tidak perlu mengulang rakaat tersebut.

Pelajaran Penting:

  • Menyesuaikan diri dengan imam dalam shalat berjamaah adalah hal yang sangat penting. Jika terlambat, kita langsung mengikuti gerakan imam yang sedang dilakukan pada saat itu, dan tidak menganggapnya sebagai bagian dari rakaat yang harus dihitung.

  • Mendapatkan ruku' bersama imam berarti kita telah mendapat rakaat tersebut, dan ini adalah tanda kita ikut serta dalam shalat dengan penuh tata tertib.

Teks Hadits:
مَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا لَمْ تُدْرِكُوا فَأَيْتُوهُ.
(HR. Bukhari dan Muslim)

Terjemah:
Apa yang kalian dapatkan, maka shalatlah (bersama imam), dan apa yang tidak kalian dapatkan, maka sempurnakanlah (selesaikan sendiri).

Penjelasan Singkat:
Hadits ini memberikan petunjuk tentang cara mengikuti shalat berjamaah ketika terlambat:

  • Apa yang kalian dapatkan bersama imam, misalnya posisi rukuk atau sujud, maka lakukanlah bersama imam dan itu dihitung sebagai bagian dari rakaat yang kalian lakukan.

  • Apa yang tidak kalian dapatkan, misalnya imam sudah berdiri untuk rakaat berikutnya atau sudah selesai, maka kalian melanjutkan sendiri untuk menyelesaikan rakaat yang tertinggal dengan cara mengikuti urutan shalat secara normal.

Pelajaran Penting:

  • Kesadaran akan keterlambatan sangat penting dalam shalat berjamaah. Tidak perlu terburu-buru atau khawatir kehilangan bagian shalat. Segera bergabung dengan gerakan imam yang sedang dilakukan dan lengkapi bagian yang terlewat setelah itu.

  • Menyempurnakan rakaat yang terlewat menunjukkan pentingnya mengikuti tata cara yang benar dalam shalat dan tetap menjaga keteraturan shalat berjamaah.

Teks Hadits:

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ، فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً، فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ، فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً، فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً، فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً، فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا، وَفِي لَفْظٍ: سِنًّا، وَلاَ يُؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ، وَلاَ يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ.
رواه أحمد ومسلم


Terjemah Hadits:

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

"Yang paling berhak menjadi imam suatu kaum adalah yang paling bagus bacaannya terhadap Kitabullah (Al-Qur’an). Jika mereka sama dalam bacaan, maka yang paling berilmu tentang sunnah. Jika mereka sama dalam pengetahuan tentang sunnah, maka yang paling dahulu hijrahnya. Jika mereka sama dalam hijrah, maka yang paling tua usianya. Janganlah seseorang mengimami seseorang di wilayah kekuasaannya, dan jangan pula duduk di tempat khususnya dalam rumahnya kecuali dengan izinnya."
(HR. Ahmad dan Muslim)


Penjelasan Hadits:

  1. Kriteria Imam Shalat:

    • Pertama: Yang paling mahir dalam membaca Al-Qur’an.

    • Kedua: Jika sama, maka yang paling berilmu tentang sunnah.

    • Ketiga: Jika sama, maka yang paling dahulu hijrah.

    • Keempat: Jika sama, maka yang paling tua usianya.

    Ini menunjukkan pentingnya keilmuan dan adab dalam memilih pemimpin (imam) dalam shalat.

  2. Adab Bertamu:

    • Tidak menjadi imam di tempat orang lain tanpa izin.

    • Tidak duduk di tempat kehormatan (tempat khusus) di rumah orang lain kecuali dengan izin.

    Hal ini menunjukkan adab menghormati tuan rumah dan menjaga etika dalam bersosialisasi.


Pelajaran yang Bisa Diambil:

  • Pemimpin dalam ibadah harus dipilih berdasarkan ilmu dan kemampuan.

  • Etika sosial sangat dijaga dalam Islam, seperti menghormati wilayah orang lain.

  • Hadits ini memberi panduan dalam kehidupan bermasyarakat dan beribadah secara kolektif.


Teks Arab:

عن عبد الله بن عمر، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "لا يقبل الله صلاة من تقدم قوما وهم له كارهون". رواه أبو داود وابن ماجه

Terjemah: Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda,
"Allah tidak menerima salat orang yang menjadi imam di antara satu kaum, sedangkan mereka benci kepadanya."
(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Penjelasan: Hadits ini menunjukkan pentingnya keharmonisan antara imam dan makmum. Jika seorang imam tidak disukai atau dibenci karena sifat buruk atau perilakunya, maka shalat berjamaah menjadi tidak sempurna, bahkan bisa tidak diterima. Ini menjadi peringatan agar memilih imam yang memiliki akhlak baik dan diterima oleh jamaah.


2. Halangan untuk Berjamaah

a. Karena Hujan

Hadits:

عن جابر قال: خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في سفر فأمطرت، فقال: "ليصل من شاء منكم في رحله". رواه أحمد ومسلم

Terjemah: Dari Jabir RA, "Kami telah berjalan bersama Rasulullah dalam perjalanan, lalu kami kehujanan. Rasulullah berkata: 'Orang yang hendak salat, salatlah di kendaraannya masing-masing'."
(HR. Ahmad dan Muslim)

Penjelasan: Hadits ini menjadi dalil keringanan (rukhshah) dalam syariat. Ketika hujan menyulitkan untuk menuju masjid, maka diperbolehkan untuk salat di tempat masing-masing (seperti rumah atau kendaraan).


b. Karena Angin Kencang dan Dingin

Hadits:

كان النبي صلى الله عليه وسلم يأمر مناديا ينادي في الليلة الباردة وذات الريح: "ألا صلوا في رحالكم". رواه الشافعي

Terjemah: Pada suatu malam yang dingin serta berangin badai, Nabi SAW menyuruh seseorang supaya berseru: "Ketahuilah! Salatlah kamu di atas kendaraan kalian."
(HR. Syafi’i)

Penjelasan: Ini menunjukkan bahwa dalam cuaca yang buruk seperti dingin ekstrem dan angin kencang, seseorang boleh meninggalkan salat berjamaah di masjid dan melaksanakannya di tempat masing-masing demi menjaga keselamatan dan kesehatan.


c. Karena Sakit

Poin ini belum menyebutkan hadits secara lengkap dalam gambar, tetapi telah disebut sebagai alasan ketiga:

3. Sakit yang menyusahkan berjalan ke tempat berjamaah.

Penjelasan: Dalam fikih, seseorang yang sakit dan kesulitan menuju masjid diperbolehkan salat di rumah. Ini termasuk dalam kategori udzur syar’i (halangan yang dibenarkan oleh syariat).


Teks Hadits:
لَمَّا مَرِضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرَكَ الصَّلَاةَ بِالنَّاسِ أَيَّامًا كَثِيرَةً.
(HR. Bukhari dan Muslim)

Terjemah:
Ketika Rasulullah ﷺ jatuh sakit, beliau meninggalkan shalat berjamaah bersama orang-orang selama beberapa hari.

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ sempat mengalami sakit yang cukup parah, hingga beliau tidak dapat memimpin shalat berjamaah selama beberapa hari. Pada masa itu, beliau tidak shalat berjamaah dengan umat, dan hal ini menjadi bukti bahwa dalam kondisi tertentu, terutama ketika sakit atau lemah, seorang imam boleh meninggalkan shalat berjamaah.

Pelajaran Penting:

  • Kondisi kesehatan sangat diperhatikan dalam agama Islam, dan jika seorang imam atau orang yang mengimami shalat tidak mampu karena sakit atau kondisi tertentu, maka boleh ada pengganti untuk memimpin shalat.

  • Hadits ini juga menunjukkan kemuliaan Rasulullah ﷺ, yang meskipun dalam keadaan sakit tetap peduli dengan umat, dan mengutamakan kesehatannya agar bisa kembali memimpin umat dalam ibadah.

Teks Hadits:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ وَلَا هُوَ يُدَافِعُ الأَخْبَتَيْنِ.
(HR. Ahmad dan Muslim)

Terjemah:
Dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, "Tidak ada shalat saat ada makanan yang dihadirkan (untuk dimakan) dan tidak pula ketika seseorang sedang menahan buang air besar atau kecil."

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menjelaskan dua kondisi di mana seseorang tidak disarankan untuk melaksanakan shalat:

  1. Saat makanan disajikan: Jika seseorang sudah sangat lapar dan makanan disajikan, maka sholat tidak dianjurkan sebelum makanan dimakan. Hal ini karena konsentrasi dalam shalat bisa terganggu oleh keinginan untuk makan.

  2. Saat menahan buang air besar atau kecil: Jika seseorang sedang menahan buang air besar atau kecil (mendapatkan dorongan untuk buang air), maka shalat tidak disarankan karena ia akan kesulitan untuk berkonsentrasi dalam shalat, dan itu dapat mengganggu kekhusyukan.

Pelajaran Penting:

  • Konsentrasi dan kekhusyukan dalam shalat sangat penting, sehingga perlu menjaga kondisi tubuh agar tidak terganggu. Jika seseorang sangat lapar atau perlu buang air, lebih baik menyelesaikan kebutuhannya terlebih dahulu sebelum melaksanakan shalat.

  • Hadits ini juga mengajarkan tentang manajemen waktu dan kondisi agar ibadah bisa dilakukan dengan penuh perhatian dan khusyuk.


Berikut adalah teks hadits yang benar:

تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ أَكَلَ بَصَلًا أَوْ ثُومًا فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا".
(HR. Bukhari dan Muslim)

Terjemah:
Rasulullah ﷺ bersabda, "Barang siapa yang makan bawang atau bawang putih, maka janganlah ia mendekati masjid kita."

Penjelasan Singkat:
Hadits ini menunjukkan larangan untuk masuk ke masjid setelah makan bawang atau bawang putih. Hal ini karena bau bawang atau bawang putih yang cukup kuat dapat mengganggu orang lain yang sedang beribadah di masjid. Rasulullah ﷺ mengajarkan untuk menjaga kenyamanan orang lain saat berada di tempat ibadah.

Namun, beberapa ulama juga mengingatkan bahwa larangan ini bersifat tegas dalam konteks makanan yang baunya kuat, dan jika seseorang perlu masuk masjid setelah makan bawang, sebaiknya membersihkan mulut terlebih dahulu atau menahan diri dari makan makanan yang memunculkan bau yang mengganggu.

Pelajaran Penting:

  • Kepedulian terhadap kenyamanan orang lain sangat penting dalam ibadah, termasuk dalam menjaga kebersihan dan tidak mengganggu orang lain dengan bau yang tidak sedap.

  • Etika dalam memasuki masjid meliputi menjaga kebersihan dan memastikan bahwa tidak ada hal yang mengganggu orang lain saat melaksanakan ibadah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SHALAT JAMAK DAN QASHAR

Qurban

Sujud Tilawah dan Sujud Syukur